Oleh Bachtiar Sitanggang
Berita dan foto di harian SIB Medan beredar di WhatsApp seorang penyelam memegang karus yang isinya ikan busuk. Bupati Tobasa menanggapi berita itu mengatakan "sudah panggil. Tapi tidak mengaku", maksudnya telah memanggil, pihak PT Aquafarm Nusantara, tetapi mengakui perbuatannya.
Beberapa hari kemudian beredar berita di media sosial:dengan judul: Tutup Keramba Perusahaan Budidaya Perikanan di Danau Toba !!! #SaveLake Toba.
Ternyata, berita itu adalah imbauan Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) untuk menandatangani Petisi yang akan diajukan kepada Presiden RI, agar perusahaan Keramba Jaring Apung (KJA) yang mencemari Danau Toba ditutup, dengan memberikan bukti hasil "tertangkap tangan" yang dilakukan oleh penyelam Larry Holmes Hutapea. "Bukti bangkai ikan mati yang diangkat dari dasar Danau Toba tersebut", disaksikan langsung oleh Darwin Siagian (Bupati Toba Samosir}, Hulman Sitorus (Wakil Bupati Toba Samosir), Kasatreskrim Polres Toba Samosir dan anak buahnya, pemerhati lingkungan hidup, masyarakat setempat dan juga para awak media.
Kelihatannya, petisi YPDT itu bentuk kepedulian untuk disampaikan ke Presiden RI, adalah tanggung jawab,walaupun dipertanyakan, mengapa baru sekarang.
Masalah Danau Toba, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan sendiri telah mengungkapkan bahwa Danau Toba sudah berbahaya berdasarkan hasil audit Bank Dunia: Danau Toba mengalami kerusakan parah, sehingga airnya hanya 50 meter yang memiliki oksigen.
Sebelumnya pada Konsultasi Nasional HKBP di Jakrta, Luhut mengingatkan para bupati di sekitar Danau Toba tentang keramba yang terlalu banyak dan mencemari Danau Toba, Jenderal yang ceplas ceplos itu bilang, "Bupati-bupati jangan mau dikasih duitlah, oleh pencemar lingkungan".
Terakhir di facebook, tulisan Delima Silalahi bertanggal 28 Januari pukul 00.14 (2019) isinya bagian awal: "Terakhir ini masyarakat dikejutkan oleh kabar tentang ditemukannya berkarung-karung ikan busuk di Danau Toba pada kedalaman sekitar 35-40 meter dari permukaan oleh Larry Holmes Hutapea, seorang penyelam sekaligus pemerhati Danau Toba. Menurut ulasan yang berkembang di media massa, ikan-ikan busuk tersebut diduga milik perusahan raksasa PT Aquafarm Nusantara (PT AN) yang sudah lama beroperasi di kawasan danau. Tuduhan ini bukan tanpa sebab, lokasi penemuan karung-karung berisi ikan busuk tersebut berada di Desa Sirungkungon, Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir, tidak jauh dari lokasi PT Aquafarm Nusantara."
Berjudul: "Ikan Busuk, Pariwisata dan Masa Depan Danau Toba" beredar 28 Januari pukul 00.14 (2019), panjangnya dua sepertiga (2 1/3) halaman, Delima memberi analisa dan menggugah semua pihak atas kondisi Danau Toba yang memprihatinkan serta "menggugat" siapa yang bertanggungjawab atas silang sengkarut pencemaran itu? Hasil KJA tidak dinikmati warga, tetapi sampah dan bau busuk serta "racun"-nya "disuapkan" pada masyarakat.
Penggalangan petisi YPDT untuk meminta ke Presiden agar KJA yang meracuni danau ditutup, wajar dan sah-sah saja, konstruktif daripada demo atau menuntut ke Masyarakat Eropa dan AS untuk tidak menkonsumsi produksi perusahaan yang merusak lingkungan.
Terserah pemerintah sesuai kewenangandan ketentuan peraturan perundang-undangan menanggapinya. Karena Pemprov Sumut dan Pemda-pemda kelihatannya tidak bberkutik" mencegah pencemar lingkungan itu.
Bupati/Wakil Bupati serta Kasatreskrim Polres Tobasa menyaksikan Larry Holmes Hutapea mengangkat bangkai ikan mati dari ke dalaman 35-40 meter, tidak ada berita mengusut dan menyidik dugaan pencemaran itu? Seharusnya semua bangkai ikan dari dalam danau harus diangkat, karena menurut Larry Holmes Hutapea masih banyak karena dia hanya ambil bukti.
Kita berharap petisi YPDT itu berlanjut tidak "masuk angin" atau berhenti di tengah jalan, demikian juga investigasi aparat penegak hukum. Gebyar berita ini tentu tidak hanya "gertak sambal" atau "nambah argo" apalagi "minta jasa preman".
Investigas perlu, dan penyelesaian secara hukum harus, agar tidak menjadi bola liar. Lagipula selama ini bangkai ikan dibuang ke mana, harus jelas, agar terapi pemerintah terhadap Danau Toba dan kesehatan masyarakat sekitar perlu analitis mengantisipasi dampak pencemaran.
Danau Toba sesuai UUD Tahun 1945 dikuasai oleh Negara untuk kemakmuran seluruh masyarakat Indonesia, oleh karenanya harus diawasi secara ketat, tidak diserahkan kepada pengusaha. Negara sebagai penguasa jangan kalah dengan pengusaha.***
Penulis adalah wartawan senior dan advokat berdomisili di Jakarta.