Siantar(Pelita Batak): Pemilihan Ketua Sekolah Tinggi Teologi (STT) HKBP Pematangsiantar berlangsung demokratis, di Jl Sangnaualuh Siantar, Jumat (18/10). Dari dua kandidat, Pdt Dr Hulman Sinaga unggul dengan meraih 14 suara terbanyak dan petahana Pdt Dr Victor Tinambunan mengumpulkan 12 suara. Pelantikan pimpinan yang baru direncanakan pada Desember mendatang.
Hulman Sinaga saat dihubungi, mengucapkan terimakasih atas doa dan dukungan terhadap dirinya. "Mauliate," katanya singkat dalam bahasa Batak, yang artinya terimakasih. Selama ini doktor lulusan Jerman ini merupakan Pembantu Ketua Bidang Akademik STT HKBP.
Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt Dr Albertus Patty yang dihubungi dari Medan, mengucapkan selamat kepada Ketua STT HKBP yang baru terpilih. "Saya harap STT HKBP bisa menghasilkan sekaligus pendeta dan teolog," ujarnya. Pada satu sisi bisa seperti gembala yang melayani umatNya, dan sisi lainnya mampu menjadi intelektual serta tokoh masyarakat yang mampu memberi kontribusi bagi bangsa yang beragam ini.
Sementara itu, Guru Besar UKIM (Universitas Kristen Indonesia Maluku) Pdt Prof Dr John Titaley berharap STT HKBP Pematangsiantar segera melakukan pembenahan institusi dan kurikulum. Akreditasi program studi dan institusi sebaiknya ditingkatkan sehingga makin berkualitas. "Jika belum, segeralah diurus, dan yang masih C, tingkatkan ke B, bahkan A," ujarnya.
Menurut mantan Rektor UKSW Salatiga (Universitas Kristen Satya Wacana) selama tiga periode ini, akreditasi adalah syarat keberadaan suatu perguruan tinggi di Indonesia berdasarkan UU Sistem Pendidikan Nasional. Setelah mendapat ijin operasional dari pemerintah, setiap program studi harus terakreditasi dalam batas waktu dua tahun paling lama baru boleh mengeluarkan ijazah.
"Ijazah dari perguruan tinggi di Indonesia hanya sah secara hukum setelah program studinya terakreditasi. Jadi hanya program studi yang terakreditasi yang boleh mengeluarkan ijazah. Apabila status terakreditasi habis, program studi tak boleh mengeluarkan ijazah. Bila satu tahun tidak terakreditasi ulang setelah habis masa berlaku akreditasinya, maka ijin operasional program studi dicabut oleh pemerintah berdasarkan Permenristekdikti tentang Pendirian Perguruan Tinggi tahun 2018," katanya.
Kalau belum diimplementasi oleh pemerintah, itu bukan berarti program studi boleh saja mengeluarkan ijazah. "Itu terjadi karena pemerintah belum menindak saja. Atau karena mahasiswa belum protes ijazahnya tidak diakui pemerintah. Jadi program studi yang mengeluarkam ijazah tanpa akreditasi itu berarti melanggar hukum dan ijazah itu tidak sah secara hukum," jelasnya.
Mengenai kurikulum nasional yang digunakan sekolah anggota Persetia, John Titaley memastikan belum mampu menghasilkan calon pendeta dan calon teolog bagi gereja Indonesia. Alasannya, kurikulum nasional belum dibangun di atas dasar teologi dari Gereja Indonesia. Gereja yang ada masih mengacu pada teologi yang dikembangkan di Barat, dan belum yang digali dari pergumulan Kristen Indonesia.
"Kalaupun sudah dikontekstualkan teologi itu, maka kontekstualisasi masih terjadi pada ranah budaya etnik tertentu, entah itu Batak, Maluku, Bali, dan sebagainya. Karena Batak, Maluku dan Bakli cs itu bukan entitas yang terisolir, tetapi budaya yang tidak dapat dipisahkan dari keindonesiaan," jelasnya.(bat)