Apa "jatidiri" Habatahon itu? Hapantunon, Halambohon, Lambas ni roha, Habasaon, Habisuhon, Habaranion, Hatigoran, Partamueon, Hamaloon manghatai... apa lagi? Perlahan orang Batak kehilangan semua itu, karena sudah dating nilai-nilai baru. Kebanggaan jadi bagian dari pemerintahan Belanda, kebanggaan bisa bersekolah, kebanggaan jadi penganut Kristen, dan sebagainya.
Salah satu bukti, dua kali Istana Sisingamangaraja di Lumbanraja, Bakkara, dibakar tentara Belanda ( tahun 1878 dan 1883) karena informasi mata-mata orang yang tinggal dekat tempat itu, bahkan kabarnya tergolong kerabat. Begitu pula tempat pengungsian di Lontung, hingga beliau bersama pasukan dan keluarganya terpaksa hijrah ke Dairi. Raja Si Singamangaraja XII terpaksa melakukan perang gerilya dan akhirnya gugur karena selalu ada orang Batak yang menghianati, menjadi mata-mata tentara Belanda.
Lalu, sekarang, kalau Bius mau dihidupkan, bagaimana menghidupkannya. Wewenang apa yang bisa mereka miliki dalam konteks pemerintahan yang ada di negara kita saat ini?
Sayangnya, referensi dan literasi tenang Bius ini sangat jarang. Data tentang jumlah Bius dulu persisnya ada berapa, kita tidak tahu. Mungkin ada dalam laporan-laporan pemerintah kolonial Belanda di Negeri Belanda. Salah seorang ahli dari luar yang melakukan penelitian tentang Bius adalah Johann Angerler. Disertasinya dalam Bahasa Jerman.
Jadi, langkah pertama yang perlu dilakukan barangkali melakukan penelitian dan penyusunan data mengenai Bius, agar dipahami orang masa kini. Termasuk di sana untuk memperoleh gambaran pembanding dengan istilah Bius yang ada saat ini.
Lepas dari itu, kita seharusnya tetap ingat bahwa perjuangan Raja Si Singamangaraja XII adalah perjuangan mempertahankan jatidiri Bangso Batak sebagai masyarakat adat yang berdaulat. Agak sia-sia, kalau kita sendiri tak lagi adat-istiadat Habatahon.(*)
Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified