Mardi F. N. Sinaga juga merespons lain. Saking berharganya ulos di mata mantan Ketum Panitia GCDT 2015 ini, ia menyimpan ulos di tempat yang spesial. Menurut dugaannya, ulos mungkin juga dipakai sebagai alat komunikasi antaretnik di KDT. Ulos memiliki makna (value) dalam disain tenunannya. Karena itu, ulos jangan sekadar dilihat sebagai kain. Ulos pun dapat saja dibuat di kertas misalnya, atau di media lainnya. Yang patut ita perhatikan apa fungsi ulos itu? Apakah ulos berfungsi sebagai pakaian, alat komunikasi, persaudaraan, atau yang lain? Fungsi-fungsi ulos seperti inilah yang patut kita gali, baik maknanya secara sakral maupun profan.
Ronsen Pasaribu sepakat kalau ulos disesuaikan untuk pemanfaatannya. Ada mashab adat, ada mashab yang ingin mengembangkan ulos sebagai fashion. “Saya teringat orangtua saya pernah berkata kepada saya, simpanlah gabe parompaanmu. Jadi sebenarnya bukan untuk disimpan, tetapi perlu dimanfaatkan. Maka saya setuju untuk terkait pelestarian diserahkanlah ke raja-raja adat untuk merumuskannya,” kata Ketum Forum Bangso Batak Indonesia (FBBI) ini.
Diskusi Kamisan tentang ulos ini sangat hangat, sehingga menghabiskan waktu lebih dari 3 jam. Kehangatan diskusi terjadi karena natua-tua kita (yang dituakan), ompung Jerry R.H. Sirait (Pengawas YPDT), memperlihatkan kepada forum ulos yang usianya sudah 100 tahun lebih. Selain ulos yang melebihi usia si pemiliknya, Sirait juga membawa banyak ulos dengan memberi penjelasan apa dan bagaimana pemakaian masing-masing ulos tesebut. Tidak mau kalah dengan Sirait, Deacy Maria Lumbanraja juga mengeluarkan koleksi ulosnya yang langka. Deacy termasuk orang yang rajin berburu ulos. Kalau ada ulos yang langka, ia akan beli.
Diskusi ini pun dihadiri Thomson Hutasoit (dari Opera Batak) dan Shandy Marpaung (dari Rumah Mengajar di Sianjur Mula-mula). Hutasoit termasuk orang yang sangat prihatin dengan para petenun ulos. Ia sudah beberapa kali mengusahakan agar para petenun ulos tetap survive, salah satunya melalui Opera Batak. Namun karena keterbatasannya, ia hanya mampu berbuat sesuai kapasitasnya.
Kamisan yang dihadiri hingga 30 orang ini akhirnya ditutup dengan harapan Maruap Siahaan (Ketum YPDT) agar kita dapat melestarikan ulos sebagai salah satu warisan budaya leluhur ompung kita. “YPDT memiliki komitmen untuk pelestarian budaya Batak dengan menggali kearifan lokal di KDT. Komitmen YPDT juga tetap fokus pada pelestarian lingkungan hidup di KDT. Siapapun para perusak lingkungan hidup di KDT, mereka akan berhadapan dengan YPDT. Karena itu, setiap Diskusi Kamisan yang diselenggarakan YPDT bukan sekadar omdo (omong doang), tetapi tetap ditindaklanjuti oleh YPDT,” demikian tegas Ketum YPDT. (danautoba/TAp)
Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified