Medan(Pelita Batak): Setelah mempersembahkan kebudayaan Karo dan Mandailing di hari pertama dan dilanjutkan dengan kebudayaan Toba di hari kedua, maka pada hari ketiga, Kamis 27 OKtober 2016, Jong Bataks Festival Arts #3 mengangkat tradisi Pakpak dan Simalungun di Taman Budaya Medan.
Pada pukul 10.00 WIB, panitia menggelar perlombaan vocal solo tingkat SMA dan dilanjutkan dengan Diskusi bertajuk " Musik, Nasionalisme dan Kenusantaraan" yang dipandu Karmel Simatupang sebagai moderator dengan dua pembicara, yakni Irwansyah Harahap dan Irwansyah Hasibuan. Diskusi ini mengupas eksistensi musik nusantara dalam memotivasi pemuda, khususnya pemuda Batak agar dapat merawat dan melestarikan kebudayaan lokalnya sendiri. Musik yang notabene-nya adalah salah satu produk seni dan kebudayaan diharapkan dapat menjadi 'penyeimbang' dalam lika-liku kehidupan masyarakat Indonesia yang samar-samar identitasnya.
"Ketika negeri ini merdeka, kita dilema. Orientasi kita kemana? Barat atau…" Irwansyah Harahap sengaja mengosongkan kalimat berikutnya sebagai isyarat 'terserah' pendengar ingin menjawab apa didalam benak masing-masing. Sebuah refleksi yang disampaikan menjadi pertanyaan berat bagi kemajuan bangsa Indonesia. Baginya, anak muda cenderung menjadi ‘orang lain’ dalam kehidupan berbudaya sekalipun ada kebudayaan yang melekat sebagai sekadar identitas.
"Kehadiran pemuda menjadi sesuatu yang tak terbantahkan, jadi daripada berteriak di jalanan, berkaryalah. " tegas Irwansyah Hasibuan. Baik Irwansyah Harahap maupun Irwansyah Hasibuan mengharapkan agar ada nilai atau etos didalam kebudayaan, sebagai akar peradaban yang kokoh menjadi bangsa yang maju. Keduanya juga mengharapkan pemuda Indonesia untuk menjadi pelopor transformasi. Ia berpandangan bahwa setiap orang memiliki porsi masing-masing, namun menghasilkan karya adalah yang terpenting.
Diskusi ini juga diapresiasi dengan beberapa pertanyaan yang bersumber dari para audience, dilanjutkan dengan launching Buku Hata Ni Debata karya Irwansyah Harahap, Dosen Etnomusikologi USU sekaligus seniman yang berkecimpung dalam grup musik Suarasama. Pada kesempatan sore itu juga, pihak panitia menyerahkan trophy penghargaan kepada kedua pemateri dan moderator yang memandu jalannya kegiatan diskusi. Pada saat yang sama, penampilan teater Yayasan Perguruan Bethany beserta Triadil Saragih dan Anak Sungai Deli dilangsungkan di panggung utama. Kemudian dilanjutkan dengan GPS Band Reage dan The Bamboes.
Kemudian akan dilaksanakan pemutaran film berjudul Sensuality of Folklore karya Roy Manta Sembiring setelah ISHOMA. Film ini menceritakan seorang lelaki yang bekerja untuk mengambil ‘Nira’ atau yang dikenal sebagai minuman berasa manis dari Pohon Aren. Hingga ia bertemu dengan dayang-dayang yang memabukkannya. Film ini mengandung makna reflektif Nira yang didefinisikan sang sutradara sebagai perempuan yang memberikan sensasi kemabukan.
Lalu, dilanjutkan dengan penampilan Poda Band dan Filsafatian di panggung utama pada 19.25-20.15. Setelah itu, Triadil Saragih dan Teater Bethany akan tampil kembali di Gedung Utama pada malam harinya pukul 20.15-21.30. Teater dan penampilan musik tradisional ini akan menampilkan pertunjukan Budaya dan Karo. (R2/rilis)