Medan (Pelita Batak):
Tindakan Wawan
Kurniawan yang berupaya menghentikan bahkan membubarkan kegiatan
beribadah warga Gereja Kristen Kemah Daud di Bandar Lampung dinilai
telah masuk ke ranah tindak kriminal. Melanggar Pasal 175 KUHP menyatakan, “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi pertemuan
keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan, atau upacara keagamaan yang
diizinkan, atau upacara penguburan jenazah, diancam dengan pidana penjara
paling lama satu tahun empat bulanâ€.
Ketua Umum Horas Bangso
Batak (HBB) Lamsiang Sitompul,SH.,MH mendesak Kepolisian untuk menindak pelaku.
Meski saat ini sudah ada jaminan keamanan beribadah bagi warga jemaat Gereja
Kristen Kemah Daud Lampung, nyatanya Tindakan persekusi dan perintangan
pelaksanaan ibadah telah terjadi. “Ini jelas sudah melanggar hukum. Harus
dihukum,†tegas Lamsiang diminta keterangannya terkait berita yang menghebohkan
warga Indonesia itu di Medan, Selasa (21/2/2023).
Lamsiang menjelaskan,
bukan saja dalam KUHP, namun sudah jelas amanah Pasal 29 ayat (2)UUD
1945menyatakan,“Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya ituâ€.
“Kini kita mau melihat
apakah apparat penegak hukum masih berani melaksanakan Tindakan hukum terhadap
kelompok-kelompok intoleran. Selama ini tidak pernah kita melihat ada Tindakan tegas
kepolisian. Bahkan, saat kejadian Kepolisian terkesan turut didikte
kelompok-kelompok intoleran ini,†jelasnya.
Negara ini, lanjut
Lamsiang, adalah negara yang berasaskan Pancasila. Kebebasan beragama
dan menjalankan ibadah juga diatur dalamUU
No.39 Tahun 1999tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 22 ayat (1),
menyatakan,“Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadah menurut agamnya dan kepercayaanya itu,â€. Sedangkan ayat (2) menyatakan,“Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masingmasing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya ituâ€.
Proses penerbitan atau
pencabutan ijin adalah ranah pemerintah. Jika ada masyarakat yang merasa
terganggu dengan ketiadaan izin sebagaimana dituduhkan, mestinya melaporkannya
kepada Pemerintah. “Tidak main hakim sendiri,†kesalnya.
Keberadaan SKB 2
menteri tentang Pendirian Rumah Ibadah hingga saat ini menjadikan pemerintah
seolah mempersulit warganya untuk mendirikan rumah ibadah. Padahal negara
semestinya memfasilitasi warga negara untuk memperoleh fasilitas beribadah. “Untuk
itu, kita minta agar pemerintah mencabut SKB 2 menteri itu. Diganti dengan
Undang-Undang Kebebasan Beragama yang salahsatu bunyi pasalnya menekankan Pasal
29 UUD 1945, dan Pemerintah wajib untuk memberikan fasilitas Terhadap orang-orang
yang menganut kepercayaan untuk beribadah,†ujarnya. (TAp)