DALAM tradisi Adat Batak Toba, (atau mungkin di semua orang Batak), apabila ada keluarga Boru-Parboruon mengalami musibah, sering Hula-hula atau Raja ni Tutur memberi perhatian khusus kepada Boru/Parboruonnya yang kena musibah dengan membawa “boras si Pir Ni Tondi”, dengan harapan asa “mulak Tondi tu Badan”. Banyak pihak meyakini kehadiran orangtua/Hula-hula seperti itu memberi semangat kembali bagi keluarga yang barusan ditimpa musibah.
Membaca berita di media on-line berjudul “Doa Bersama Merawat Alam Tano Batak, Ephorus HKBP: Tano Batak Adalah Bagian Dari Ciptaan Tuhan yang Harus Dirawat dan Dijaga” sungguh bagaikan “Mulak tondi tu Badan” atau terjemahan bebasnya “Kembali jiwa dan roh ke dalam tubuh” masyarakat yang selama ini ditimpa penderitaan yang menahun dan berkepanjangan akibat tekanan dan himpitan yang menimpa beberapa keluarga yang hak dan kepemilikannya atas tanah warisan serta Hak Ulayat turun temurun dirampas tanpa ampun dan belas kasihan.
Sepengetahuan saya, mungkin sudah empat atau lima Ephorus sebagai Pimpinan Tertinggi jemat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang berkantor Pusat di Tarutung Tapanuli Utara dan jematnya berasal dan kebanyakan berdiam di Kawasan Danau Toba, baru Ephorus Pdt. Dr. Victor Tinambunan yang menggelar Doa Bersama Merawat Alam Tano Batak dalam melawan perampasan tanah dan krisis ekologis.
Ephorus HKBP Pdt Dr Viktor Tinambunan melakukan acara Doa Bersama Merawat Alam Tano Batak, di Wisma Raja Daud HKBP Resort Lumbanjulu, Sabtu (1/3/2025) Dalam rangka Solidaritas Gereja dan Rakyat, Ephorus HKBP Pdt. Dr. Viktor Tinambunan, yang juga memimpin ibadah, dihadiri Sekretaris Umum (Sekum) Persekutuan Gereja - gereja di Indonesia (PGI), Pdt Darwin Dharmawan, Sekjen HKBP Pdt Rikson Hutahaean dan petinggi Kantor Pusat HKBP, Distrik dan Resort.
Hadir juga anggota DPD RI, Pdt Penrad Siagian; Komisioner Komnas HAM Saurlin Siagian; dan Pendeta-pendeta dari Denominasi Gereja yang ada di Kawasan Danau Toba; Abdon Nababan, Anggota DPRD Toba, Candrow Manurung, anggota DPRD Simalungun dan pegiat sosial lainnya .
Dalam keterangannya pada konferensi pers Ephorus mengatakan bahwa tujuan doa bersama yang dilaksanakan ini adalah bertujuan untuk menyegarkan kembali iman kristiani bahwa bumi ini adalah milik Tuhan dan Tano Batak ini adalah bagian dari ciptaan Tuhan yang harus dijaga dan dirawat.
"Tanah Batak ini ciptaan Tuhan dan dikasihi Tuhan. Oleh karena itu semua harus betul - betul seirama dengan kehendak Tuhan dan semua yang ada harus menghargai tanah Batak ini untuk tetap lestari, " ucap Ephorus.
Ephorus yang baru terpilih 5 Desember 2024 ini menyatakan, gereja - gereja akan terus bergerak membangun jejaring dengan berbagai pihak bagaimana tanah Batak tetap lestari. Hak-hak rakyat harus dipulihkan dan semua masyarakat Batak boleh sejahtera di tanahnya sendiri.
"Terkait dengan kondisi alam dari tanah Batak, melihat fakta-fakta yang terjadi akhir - akhir ini atas peristiwa yang terjadi, bahwa kondisi sedang tidak sedang baik," tukasnya.
Secara khusus mantan Sekjend HKBP ini, juga menyampaikan pesan moral kepada semuanya, secara khusus kepada warga gereja yang menikmati kerusakan alam ini melalui pesan gereja untuk bertobatlah.
Memang, sulit dihindari karena tugas dan pekerjaan sering sesama umat HKBP berhadapan baik sebagai karyawan perusahaan industri pulp maupun karyawan keramba yang mengotori Danau Toba berhadapan dengan masyarakat yang mempertahankan hak-haknya yang sering tidak dihiraukan aparat pemerintah apalagi oleh para karyawan pengusaha, bahkan jalanpun dipagari tidak bisa dilewati.
Perlu diketahui bahwa masalah penebangan hutan telah lama merubah ekosistem di Kawasan Danau Toba dengan berdirinya PT IIU tanggal 26 April 1983 dan mulai beroperasi komersial 1 April 1989. Kemudian dengan perjalanan panjang berubah menjadi PT TPL tangal 15 November 2020.
Tetapi di samping PT IIU/PT TPL perambahan hutan juga terus terjadi dengan illegal loging yang cukup mengancam kelestarian hutan di hutan-hutan alam Sumatera Utara terutama sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir. Dibilang ilegal tetapi tidak ditindak, mana yang benar tidak bisa dibedakan.
Selain akibat perambahan hutan yang mengganggu kebersihan Danau Toba masih dikeluhkan rakyat juga Keramba Apung yang dimiliki perusahaan asing PT Aqua Farm yang bergerak dibidang pemeliharaan ikan di Danau Toba yang cukup meresahkan dan bahkan sudah ada yang mengatakan tidak berani lagi mandi di Danau Toba karena sudah tercemar. Tentang kekeruhan dan kekotoran Danau Toba juga sudah pernah dikeluhkan Menkomarinvest waktu itu Jenderal Luhut Binsar Panjaitan, walau belum kelihatan tindak lanjutnya.
Ephorus sebagai rohaniawan dengan tegas mengajak kita semua, "Jangan karena saudara-saudara menikmati kerusakan ini maka saudara mempersoalkan seolah-olah gereja melenceng dari fungsi dan tugasnya. Bertobatlah kembali kejalan yang benar," katanya.
Seruan Ephorus ini juga berlaku kepada pihak-pihak yang tidak melaksanakan fungsi tugaas dan tanggung jawabnya bagi pelestarian dan perawatan lingkungan sebagai Ciptaan Tuhan.
Pendeta yang pernah menitikkan air mata ketika menyaksikan jalan keluar masuk di salah satu desa dipagar, juga tahu benar kejadian-kejadian yang dialami banyak warga Kawasan Danau Toba yang terintimidasi bahkan sampai masuk penjara, maka Ephorus ini juga menyerukan untuk menghindari kekerasan. Baik kekerasan fisik termasuk kekerasan kata-kata.
Sepengetahuan saya, sejak PT IIU sampai PT TPL sekarang, baru hari ini Sabtu 1 Maret 2025 ada Ephorus memberi perhatian khusus dan mengajak masyarakat untuk berdoa agar kesadaran bersama tumbuh bahwa pelestarian lingkungan sebagai Ciptaan Tuhan itu perlu dan sekaligus mengingatkan semua pihak untuk BERTOBAT.
Dengan upaya Ephorus Tinambunan itu, tidak salah kalau saya katakan sebagai ‘Mulak Tondi tu Badan”, paling tidak bagai “setitik air di musim kemarau” bagi rakyat yang mengalami penderitaan akibat hak-haknya terampas selama ini. Semoga Tuhan memberkati upaya-upaya perbaikan CiptanNya”.***
Penulis adalah wartawan senior dan advokat berdomisili di Jakarta.