Pelita Batak :
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sumut Watch dan Gerakan Rakyat Menuntut Pilkada (GERAM) mendesak pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mengusut dugaan suap dan transaksional serta penyalahgunaan wewenang pada sengketa pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Wali Kota dan Wakil Walikota, Pematangsiantar.
Di depan Gedung KPK, massa kedua LSM tersebut menyampaikan lima pernyataan sikapnya terkait ditundanya pemilihan Walikota dan wakil Walikota Pematangsiantar, Sumatera Utara 2015 yang silam.
"Pertama, penundaan pilkada Kota Pematangsiantar sangat terkesan tertutup dan "By Design", sebab antara penetapan hakim PTUN Medan dengan surat ketua KPU RI, Almarhum Husni Kamil Manik, nomor: 1020/2015 dan keputusan KPU Siantar tentang penundaan Pilkada Siantar, hanya berlangsung 'seketika' dalam waktu sehari. Bagaimana mungkin penetapan hakim PTUN Medan, tanggal 8 Desember 2015, namun dihari dan tanggal yang sama sudah dieksekusi Ketua KPU di Jakarta dan dalam hari dan waktu yang sama pula sudah dilaksanakan KPU Siantar?,"kata Ketua LSM Sumut Watch, Daulat Sihombing kepada koran SIB, usai aksi unjukrasa di depan gedung KPK, Senin (22/08/2016).
Hal yang kedua, lanjut Daulat Sihombing, penundaan pelaksanaan Pilkada Pematangsiantar seharusnya bisa dihindarkan. Alasannya, jika merunut pasal 122 ayat (2) UU No 1 Tahun 2015 Jo UU No 8 tahun 2015 yang mengatur bahwa penundaan pelaksanaan pemilihan yang meliputi 1 (satu) atau Kabupaten/kota, dilakukan oleh KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota.
"Yang terjadi justru, dilakukan hanya dengan surat ketua KPU RI dan tidak dilakukan oleh KPU Provinsi dan/atau atas usul KPU Siantar," tegas Daulat.
Point yang ketiga, ujar Daulat, penundaan pelaksanaan Pilkada Pematang Siantar, seharusnya tetap merujut pada pasal 154 dan 155 UU No 1 tahun 2015 jo UU No 8 tahun 2015 jo PERMA No 3 Tahun 2015 Jo PKPU no 9 Tahun 2015, yang mengatur tentang prosedur penyelesaian sengketa pemilihan yang meliputi tingkat pertama, Bawaslu provinsi dan atau Panwas Kabupateb/Kota, tingkat kedua, PT TUN dan tingkat terakhir MA.
"Akan tetapi gugatan sengketa Paslon atas nama Surfenov Sirait dan Parlindungan Sinaga tidak diajukan ke Bawaslu Provinsi dan atau Panwas Kabupaten/Kota lalu digugat ke PT. TUN. Kemudian kasasi ke Mahkamah Agung, akan tetapi gugatan Sengketa pemilihan Pilkada Siantar justru diajukan ke PT. TUN Medan," bebernya
Selanjutnya, hal yang keempat, jika berdasarkan ketentuan pasal 154 dan 155 UU No 1 tahun 2015 Jo UU No 8 tahun 2015 jo PERMA no 3 tahun 2015 jo Pasal 95 ayat (2) PKPU No 9 tahun 2015 yang mengatur bahwa sengketa pilkada adalah kompetensi PT. TUN yang bersifat Lex Specialis.
"Yang terjadi justru sengketa Pilkada Pematangsiantar justru diadili oleh PTUN Medan secara Lex Generalis," tukasnya.
Terakhir, sambung Daulat, penundaan pilkada Pematangsiantar justru tidak sejalan dengan UU no. 1 tahun 2015 jo UU No 8 Tahun 2015 jo pasal 42A huruf a PKPU no 12 tahun 2015 yang mengatur tentang syarat minimal pasangan calon walikota dan wakil walikota, ialah 20%X 30 Kursi DPRD, yakni 6 kursi. Sedangkan pasangan calon parpol yang dualisme kepenggurusan 'wajib' atas dukungan dua kepengurusan yang bersengketa.
Akan tetapi, yang terjadi, lanjut Daulat, pasangan calon penggugat yang bersangkutan hanya diusung. Partai Gerindra (3kursi) dan PPP (1kursi). Total 4 kursi. Sedangkan partai Golkar dinyatakan tidak sah karena hanya diusung Golkar versi Abu Rizal Bakrie. Sementara Golkar versi Agung Laksono mengusung pasangan calon Teddy Robinson Siahaan dan Zainal Purba
"Untuk itu, kami meminta kepada ketua KPK agar segera mengusut dugaan suap dan traksaksional dalam skandal sengketa Pilkada Kota Pematangsiantar," tandasnya.
Selain berunjukrasa di KPK, LSM GERAM dan Sumut watch juga menyambangi gedung Mahkamah Agung yang terletak di jalan merdeka Barat, Jakarta Pusat guna melaporkan dugaan pelanggaran dalam sengketa Pilkada Pematangsiantar.
Menurut sekretaris Eksekutif LSM Gerakan Rakyat Menuntut Pilkada (GERAM), Zainul Siregar, diduga penundaan pilkada Walikota dan wakil walikota Pematangsiantar berawal dari dibatalkannya atau dianulirnya pasangan calon Survenof Sirait dan Parlindungan Sinaga.
Menurut Zainul Siregar, KPU kota pematangsiantar telah 3 kali menolak Surfenov Sirait dan Parlindungan Sinaga. Keduanya ditolak lantaran dianggap tidak memenuhi syarat
Menurutnya, esensinya, perintah agar KPU Siantar membatalkan paslon, Surfenov-Parlindungan, karena dianggap tidak memnuhi syarat. Inilah yang sesungguhnya yang menjadi subtansi dari sengketa pemilihan Pilkada siantar.
"Untuk itu, kami meminta Ketua Mahkamah Agunng untuk memeriksa hakim PT TUN Medan, PT TUN Medan yang secara vulgar telah mengadili secara sewenang-wenang sengketa pilkada Pematangsiantar tanpa mengabaikan ketentuan undang-undang yang berlaku secara khusus tentang pilkada 2015," ujarnya.
Selain itu, GERAM juga mendesak ketua MA untuk memerintahkan majelis perkara agar segera membatalkan putusan hakim PTUN Medan dan PT. TUN Medan karena berpotensi kuat menjadi preseden buruk dalam sengketa pilkada 2017.
"Kita juga memintah MA agar memerintahkan majelis perkara untuk mengadili sengketa pilkada kota Pematangsiantar secara 'on The Track' berdasarkan skala prioritas sesuai dengan semangat undang-undang pilkada yang bersifat khusus," pungkasnya.
Seperti diketahui Pilkada Pematangsiantar 2015 hingga saat ini belum juga melaksanakan pemilihan Walikota dan wakil walikota Pematangsiantar, Sumut.
Pilkada Tersebut justru ditunda sampai PTUN mengelurkan putusan yang berkekuatan hukum tetap terkait gugatan pasangan calon yang dicoret KPU Pematangsiantar karena tidak memenuhi syarat (R1)