Mengurangi Banjir Bandang Di KDT

Oleh : Bachtiar Sitanggang
Administrator Administrator
Mengurangi Banjir Bandang Di KDT
IST|Pelita Batak

KURANG tersedia informasi yang lengkap mengenai banjir bandang (surpu-bahasa Batak) yang terjadi Selasa, 14 November 2023 lalu, termasuk kondisi lokasi yang tertimpa serta kerugian yang diderita.

Syukur tidak ada korban jiwa, walaupun kejadian itu terjadi di malam hari.
Media juga kelihatannya tidak banyak yang mengulas bencana alam tersebut, apakah karena terbawa arus siituasi politik di tahun politik ini, dan Pemerintahpun seolah mahfum dengan keadaan Masyarakat yang tertimpa dan mengungsi, sehingga gema banjir bandang itu seolah terabaikan.

Wakil rakyat juga seolah terdiam termasuk para caleg yang biasanya gencar memanfaatkan keadaan untuk publikasi, tetapi itu juga belum nampak.
Persoalan yang menghadang di masa depan terhadap semua Kawasan Danau Toba (KDT) yang terjal di kaki pebukitan Bukit Barisan di sekitar Danau Toba dengan kemiringan lereng gunung 60-80 derajat baik di dinding danau maupun di Pulau Samosir sendiri.

Jelas sesuai dengan kondisi lingkungan yang sudah rusak serta pembabatan hutan sejak beroperasinya PT Inti Indorayon Utama (PT IIU) tahun 1980-an dan dilanjutkan oleh PT Toba Pulp Lestari Tbk (PT TPL) ditambah penebangan pohon-pohon baik resmi maupun illegal yang tidak terencana.

Belajar dari daerah dan kawasan lain di Indonesia bahwa banjir bandang itu tidak bisa dihindari karena kesalahan kebijakan masa lalu yang dilakukan oleh berbagai pihak terutama Pemerintah serta oknum-oknum yang menyelewengkan kekuasaan. Saat ini, yang terkena masih sejumlah desa di Kecamatan yakni Desa Siparmahan, Desa Dolok Raja, Desa Sampur Toba, dan Desa Turpuk Limbong.

Biasanya, banjir bandang itu membawa material lumpur dan batu-batuan serta pohon yang menyapu semua yang dilewati sekaligus menutup dan merubah permukaan lahan.

Mungkinkah banjir bandang itu dihentikan? Rasanya sulit karena hutan-hutan alam di Kawasan hilir sungai- sungai di Samosir sudah rusak sejak Perusahaan raksasa PT IIU/PT TPL memanfaatkan hutan-hutan alam dan diganti dengan eukaliptus yang umurnya singkat oleh karenanya tidak mampu menahan curahan hujan, bahkan penebangan pohon-pohon itu memudahkan tanah digerus air hujan dan menjadi banjir bandang.

Melewati jalur Hutagalung-Tele (Kec Harian) kearah Dolok Sanggul (Humbahas) terlihat hutan eukaliptus yang jelas-jelas tidak akan mampu menahan air hujan, bahkan kalau eukaliptus itu dipanen, maka mungkin saja daun-daun dan ranting-rantingnya ditambah bahan-bahan lainnya akan menghempang air sampai volume tertentu dan setelah tidak mampu menahannya, maka air akan menjadi banjir bandang dan menggerus dinding sungai yang akan menjadi banjir bandang di muara sungai.

Saya tidak tahu, apakah air dari hutan yang di APL (area penggunaan lain) yang sedang disidangkan Pengadilan Negeri yang sudah menghukum Bupati dan Sekda Kab Toba airnya mengalir ke Kenegrian Sihotang. Termasuk lahan yang telah diserahkan Pemda Samosir kepada Masyarakat untuk dijadikan pemukiman dan pertanian.

Selain kondisi lahan yang sudah di hilir, mungkin juga daya dukung lingkungan yang tidak terpelihara dan bahkan dieksploiter dengan tidak bertanggung jawab, maka kejadian-kejadian serupa harus diantisipasi dengan cermat mungkin juga terpengaruh cuaca dan iklim lima tahunan.

Masih kita ingat banyak truk-truk bermuatan kayu dari kawasan hutan Tele (dan sekitarnya) (pantai barat Danau Toba) di kirim ke kota Medan.
Dengan kata lain, sadar atau tidak sadar, terima atau tidak terima bahwa bencana seperti yang menimpa Kanegerian Sihotang, Samosir Selasa lalu, bukan berharap, akan tetapi tidak bisa diabaikan akan terjadi didaerah lain.

Kita mungkin makin ingat juga program pemerintah yang gagal yaitu berupa Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) tetapi hanya di atas kertas dan selain itu tidak ada lagi ppenanaman hutan secara serius dan berkesinambungan, kalaupun ada hanya pencitraan para tokoh dan pejabat seperti tabur benih ikan saja.

Dengan tidak adanya penanaman pohon serta pemeliharaan dan perawatan hutan dan lingkungan, ditambah lagi kejenuhan alam dan beban yang terlalu tereksploiter,
semua yaitu adalah kelanjutan dari perbuatan masa lalu, setuju atau tidak perlu menunggu waktu namun perlu sedia payung sebelum hujan.

Jangan kaget kalau nanti daya pikul Sipinsur berlebihan akan terjadi longsor, begitu juga kawasan Tugu Yesus Kristus di Sibea-bea, seperti halnya jalan dari Aek Nauli-Prapat, Tele-Pangururan dan Merek-Sumbul, karena bebannya terlalu jenuh hal-hal yang tidak diinginkan bisa sewaktu-waktu terjadi.

Sungguh tertarik adanya upaya untuk membicarakan : “Banjir Bandang Samosir: Penyebab dan Solusinya

Apa penyebab dan solusinya.....? Apa tindakan yang harus dilakukan rakyat, pemerintah dan pemerhati lingkungan....?” yang akan dilakukan oleh Yayasan Pusuk Buhit melalui Zoom, Jumat 17 November 2023 mulai jam 14.00 -16.00, dengan judul "Penyebab dan Solusi Banjir Bandang Samosir"

Keganasan pengeksploitasian lingkungan dengan mengeruk kekayaan alam, akan berakibat berkepanjangan, apakah dinikmati masyarakat, orang tertentu, lembaga atau pemerintah, namun yang akan menuai risikonya adalah rakyat.

Dengan adanya upaya Yayasan Pusuk Buhit untuk membicarakannya, hendaknya masyarakat sadar ancaman bahaya yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Mudah-mudahan dengan kesadaran masyarakat terutama yang di bantaran sungai supaya waspada. ***

Penulis adalah wartawan senior dan advokat berdomisili di Jakarta

Komentar
Berita Terkini