Kemerdekaan dan Kebebasan

Oleh: Martin Luter Zega, S.Th
Administrator Administrator
Kemerdekaan dan Kebebasan
IST|Pelita Batak
Martin Luter Zega, S.Th

DUA kata ini adalah sinonim yang bisa digunakan dalam berbagai hal, misalnya kemerdekaan dari penjajah atau kebebasan dari penjara. Kemerdekaan identik dengan keluarnya seseorang atau sebuah negara dari perbudakan dari negara lain sedangkan kebebasan identik dengan keluarnya seseorang dari penjara atau kekangan. Meskipun ini agak beda tetapi ada persamaannya: sama-sama berada di dalam pembatasan baik aktifitas, hak, kewajiban, fungsi, dan kebebasan. 

Munculnya kemerdekaan dan kebebasan, secara umum dilandasi oleh hak tiap-tiap manusia. Semua yang lahir dari rahim wanita adalah manusia yang punya hak untuk hidup dan kemudian memperoleh kebahagiaan dan kebebasan. Sebetulnya, perbudakan adalah hal yang sangat jijik dan melawan natur penciptaan manusia sebagai makhluk yang mempunyai nilai tertinggi dibanding segala ciptaan lain; manusia adalah mahkota ciptaan. Kemerdekaan muncul ketika seseorang keluar/dikeluarkan dari sesuatu yang membatasinya untuk menjalankan nilai hidupnya sebagai manusia. Perbudakan merusak nilai manusia dan mencederai kehormatan manusia sebagai mahkota ciptaan. 

Kemunculan kemerdekaan ini ditandai dengan kesadaran seseorang atau suatu bangsa, yang di dalam perbudakan secara fisik, ingin membebaskan diri dan menjalani kehidupan yang normal sebagai bagian dari haknya untuk hidup. Di dalam teori kemerdekaan, perbudakan muncul karena seseorang ingin menguasai sesamanya baik dalam bidang jasa, ekonomi, terlebih haknya; sehingga seseorang yang sudah berada di dalam perbudakan tidak akan bisa melakukan haknya karena sudah dikekang oleh orang yang memperbudaknya. Bukan karena orang itu tidak bisa melakukan haknya, tetapi karena semua telah dikuasai oleh seorang diktator bangsa maka perintahnya adalah final dan merupakan kewajiban yang memaksa untuk menaatinya. 

Di dalam kemerdekaan dan perbudakan, pemerannya adalah penguasa dan budak. Ini sepertinya sudah menjadi natur dalam sistem sosial masyarakat sipil bahwa pemerintah/penguasa merupakan orang yang tertinggi dalam jabatan maupun dalam keputusan pemerintahan. Kita bertanya, mengapa ada penguasa? Mengapa ada budak? Penguasa muncul karena berbagai faktor, salah satunya adalah kekuatan senjata dan kekuatan ide. Orang-orang di sepanjang sejarah dunia seperti Napoleon, filsuf Yunani, Hitler, Marx, dll. adalah orang-orang yang mempunyai kekuatan ide dan juga senjata yakni pengikut-pengikut mereka yang banyak. Dengan mempunyai pengikut yang banyak, mereka bisa meruntuhkan suatu bangsa dan menguasainya. Dengan kekuatan ide yang brilian, mereka, seperti para filsuf, mampu memengaruhi dan memperbudak sebagian kaum intelektual untuk hidup di dalam perbudakan pikiran deisme, panteisme, dan ateisme. 

Kemunculan budak di bawah penguasa memang tidak bisa dibendung lagi. Jangankan budak dalam konteks zaman kuno, budak-budak "kecil" muncul di berbagai negara dengan dimotori oleh penguasa-penguasa yang haus kekuasaan. Mereka adalah budak-budak yang merelakan diri dan menjual nilai haknya kepada orang-orang yang berpengaruh dengan imbalan kebutuhan perut. Ini sangat aneh, mengapa orang-orang zaman modernisme ini merelakan dirinya dikuasai dan diperbudak oleh mereka yang melabelkan dirinya "pemerintah;" padahal mereka mampu mencukupi kebutuhan perutnya tanpa bergantung pada iming-iming penguasa itu. Sepertinya, alasan timbulnya budak sudah bergeser dari zaman kuno yang mati-matian keluar dari perbudakan diktator kepada zaman ini yang mau menjual hak dirinya kepada penguasa demi kebutuhan perut. Apakah benar perkataan ini, bahwa zaman semakin maju dan manusia semakin bodoh/hilang akal sehat?

Di Indonesia juga terjadi hal demikian. Kemerdekaan kita bukan lagi sekadar kemerdekaan dari jajahan Belanda 76 tahun lalu; tetapi kemerdekaan dari perbudakan pikiran, ide, dan hak. Semua masyarakat Indonesia berhak untuk memerdekakan diri dari perbudakan-perbudakan "halus" para penguasa yang lalim dan kejam. Penguasa itu tidak mungkin lagi memperbudak fisik masyarakat tetapi mampu memperbudak pikiran. Meskipun tidak semua penguasa kita adalah orang yang lalim dan kejam, hampir-hampir ditaksir bahwa mereka adalah orang-orang yang haus kekuasaan demi mungkin harga diri, kekayaan diri, reputasi, dan kuasa tertinggi. Kita, sebagai warga sipil, harus mengerti kebebasan kita dalam konteks zaman kini yakni: kebebasan untuk hidup beserta segala hak-hak dan kewajiban-kewajiban kita tanpa ada iming-iming dari para diktator bangsa untuk memengaruhi kita dan menjual harga kebebasan kita hanya demi kebutuhan perut. 

Di ulang tahun Kemerdekaan Indonesia ke-76 ini mampu membuat kita mengerti bahwa kita sudah bebas dan merdeka; bukan hanya merdeka fisik tetapi merdeka pikiran, ide, dan hak hidup kita.**

Salam NKRI! 

Selamat ulang tahun Indonesia ke-76 tahun.

Jaya Indonesia!

Komentar
Berita Terkini