Jakarta (Pelita Batak): Koalisi Organisasi Non-Pemerintah (ORNOP) untuk Penyelamatan Burung yang terdiri dari 24 organisasi dari pulau Jawa, Sumatera, Bali, Papua, dan Maluku, mendesak agar pemerintah untuk menertibkan peredaran burung ilegal di Indonesia secara serius untuk menghindari kepunahan.
Desakan itu dituangkan dalam surat bersama yang ditandatangani 24 organisasi, ditujukan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). dalam siaran pers yang diterima, Senin 20 Juni 2016. Dalam surat itu, koalisi menyampaikan kekhawatiran mereka tentang begitu bebasnya penangkapan, peredaran, dan perdagangan burung di Indonesia. Beberapa anggota koalisi Organisasi non pemerintah (ORNOP) yang ikut menandatangani surat ini telah melakukan pemantauan di pasar-pasar burung di Indonesia dan menemukan bahwa mayoritas burung yang diangkut ke pasar-pasar burung di kota-kota besar di Indonesia tidak dilengkapi dengan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa (SATS-DN).
Peraturan Menteri Kehutanan No. 447 / kpts-II/2013 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar bahwa pengangkutan satwa liar harus dilengkaoi dengan SATS-DN. Dengan demikian, satwa yang diangkut tanpa SATS-DN adalah burung ilegal. Dengan kondisi yang demikian bebas dan bila tidak ada peningkatan langkah-langkah signifikan yang diambil oleh pemerintah untuk mengatasinya, maka koalisi sangat khawatir bahwa burung-burung di alam akan habis dan hutan Indonesia akan kehilangan kicauan burung.
Koalisi Ornop ini meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar kiranya berkenan menertibkan dan menghentikan penangkapan, peredaran, dan perdagangan burung secara ilegal di Indonesia. Peraih Goldman Environmental Prize (2014) yang turut menandatangani surat ke Menteri LHK, Rudi Putra (dari Forum Konservasi Leuser) di Sumatera, mengatakan: "Perburuan burung secara liar di Kawasan Ekosistem Leuser (Sumatra) sangat tinggi dan sudah sampai pada tahap yang sangat mencemaskan baik terhadap burung dilindungi maupun tidak dilindungi."
"Kehadiran burung di dalam ekosistem sangat penting karena mereka berperan sebagai penyebar biji-bijian. Semua perburuan dan pengangkutan satwa liar seharusnya mendapat ijin dari pemerintah dan perburuan juga harus punya quota. Penegakan hukum sangat diperlukan untuk menertibkan peredaran burung ilegal," tambah Rudi Putra.
Salah seorang penandatangan surat kepada Menteri LHK, Chief Executive Officer (CEO), FNPF (Friends of the National Parks Foundation) Bali, Drh I Gede Nyoman Bayu Wirayudha mengatakan,"Perkembangan toko-toko burung di Bali terus-menerus bertambah dari tahun ke tahun sehingga mempermudah orang untuk membeli burung. Di desa tempat kami bekerja saja, yaitu di satu banjar saja, yakni Banjar Intaran, pada tahun lalu memiliki 1 toko burung, tetapi tahun ini sudah memiliki 3 toko burung. Ini baru di dalam satu banjar, belum lagi dihitung di seluruh desa. Kondisi ini juga terjadi di banyak tempat lain di Bali. Oleh karena itu, perlu ada upaya serius untuk menghentikan peredaran burung ilegal untuk mencegah hilangnya burung dari hutan Indonesia. Kebanyakan burung yang beredar di pulau Bali berasal dari Pulau Jawa."
Penandatangan lainnya, yakni Ketua Yayasan Rimba Satwa, Zulhusni Syukri, mengatakan, "Dari hasil observasi saya di beberapa kota di Sumatera, bahwa keberadaan pasar burung selain sebagai penjual burung ilegal, juga merupakan tempat terselubung peredaran satwa dilindungi dan satwa terancam punah. Meskipun tidak dipajang di toko-toko, akan tetapi, para peminat dapat memesan satwa dilindungi untuk dibeli. Saya menghimbau agar jajaran kantor-kantor BKSDA benar-benar melakukan kontrol yang ketat. Para pelanggar peraturan harus ditindak tegas untuk menimbulkan efek jera."
"Perburuan liar juga sangat menghkhawatirkan. Setiap saya masuk hutan selalu menemukan pemburu burung. Apabila kondisi ini dibiarkan secara terus-menerus maka tidak diragukan lagi, burung-burung itu akan habis dan kelak hutan kita tidak memiliki kicauan burung lagi. Ini harus dicegah sedini mungkin," tambah Zulhusni Syukri.
Direktur SKEPHI (Sekretariat Kerjasama Pelestarian Hutan Indonesia), Sukmadji Indro Tjahjono, mengatakan. "Perburuan liar, peredaran, dan perdagangan burung harus dikontrol oleh pemerintah melalui jajaran kantor-kantor BKSDA di seluruh Indonesia. Tanpa kontrol yang ketat, maka burung Indonesia cepat atau lambat akan mengalami kepunahan di alam. Hutan tanpa burung akan menggganggu ekosistem hutan."
Direktur Yayasan Scorpion Indonesia, Gunung Gea mengatakan, "Pemerintah seharusnya benar-benar menjalankan kebijakannya sendiri. Peraturan Menteri Kehutanan No. 447 / kpts-II/2013 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar mewajibkan setiap pengangkutan satwa liar dilengkapi dengan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa (SATS-DN). Tetapi, peraturan ini kebanyakan diabaikan saja oleh para pemburu, pengangkut, dan pedagang satwa."
Koalisi ORNOP Penyelamatan Burung yang ikut menandatangani surat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan terdiri dari: 1)Yayasan Scorpion Indonesia (Bogor), 2)Yayasan Satucita Lestari Indonesia (Langsa, Aceh Timur), 3) Sekretariat Kerjasama Pelestarian Hutan Indonesia/SKEPHI (Jakarta), 4)Konsorsium Pelestarian Hutan Indonesia/KONPHALINDHO (Jakarta), 5) Papua Bird Club (Papua), 6).Friends of the National Parks Foundation/FNPF (Pulau Bali), 7)Indonesian Species Conservation Programme/ISCP (Deli Serdang).8)Sumatra Rainforest Institute/SRI (Medan), 9)Lembaga Rakyat Marginal (L-eRM) (Banda Aceh), 10). Sekoci Indoratu (Aceh Barat Daya), 11) Rimba Satwa Foundation (Duri, Riau), 12)Raptor Indonesia, 13)Pusat Rehabilitasi Satwa Seram (Seram), 14)Yayasan Inisiatif Membangun (Banda Aceh).15)Kelompok Pengamat Burung “Spirit of South Sumatra” (Palembang), 16).Paguyuban Pengamat Burung Jogja (Yogyakarta), 17)Begawan Foundation, dan 18)KPB “Perenjak” Himakova , 19)Forum Konservasi Leuser (Langsa, Aceh Timur), 20)Indonesian Friends of the Animals/IFOTA (Jakarta), 21)Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – OIC, 22)Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA), 23) Forum Orangutan Aceh (FORA), dan 24.Pesona Tropis Alam Indonesia (PETAI).(rel)