Pastor Dr. Herman Nainggolan, OFMCap:

Marga Merupakan Jaminan Sosial Masyarakat Batak Toba

Administrator Administrator
Marga Merupakan Jaminan Sosial Masyarakat Batak Toba
hkbp.or.id
Logo tahun keluarga HKBP

Medan (Pelita Batak):

Dari mitologi penciptaan diketahui bahwa semua orang Batak berasal dari Si Rajabatak. Si Rajabatak mempunyai dua putra, yaitu Guru Tateabulan dan Raja Isumbaon. Kemudian nama dua putra ini menjadi nama dari dua kelompok besar marga suku Batak. Dari kedua kelompok marga ini lahirlah marga-marga orang Batak, yang pada saat ini sudah ada ratusan marga.

Demikian disampaikan Pastor Dr. Herman Nainggolan, OFMCap dalam Seminar Tahun Keluarga HKBP Distrik X Medan-Aceh, 21 Mei 2016 di Hotel Danau Toba, Medan. "Dalam kelompok marga sendiri secara horizontal orang-orang yang se-marga mengakui dan mengalami bahwa mereka berasal dari garis keturunan yang sama," ujarnya.

Mereka menyebut diri sebagai dongan sabutuha, yang berarti mereka datang dari satu perut dan mereka adalah ‘sedarah’. Karena itu tidak dibedakan antara anaknya sendiri dan anak saudaranya. Secara vertikal orang-orang yang semarga membuat hirarki di antara mereka berdasarkan prinsip ‘yang pertama dalam urutan marga dan yang pertama lahir dalam marga sendiri’ (primogenituur). Keterikatan sedarah ini membuat orang yang semarga suka hidup berkelompok.

"Setiap marga mempunyai daerahnya sendiri. Hal ini dapat dimengerti sebab masyarakat Batak Toba adalah masyarakat agraris. Mereka membutuhkan tanah untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Karena setiap marga mempunyai tanah dan setiap daerah adalah milik marga tertentu maka dapat dikatakan bahwa marga identik dengan tanah di daerah Batak Toba," jelasnya.

Marga adalah klen setempat (localized clan). Orang Batak Toba meyakini bahwa tanah dengan marga/nenek moyang adalah satu. Tanah bius dianggap sebagai tanah keramat karena sudah menyatu dengan jasad nenek moyang dan kesuburan tanah itu dijamin oleh jasad dan berkat nenek moyang tersebut. Tanah marga ini disebut juga bona ni pinasa (pangkal pohon nangka, tempat lahir nenek moyang) dan bona ni pasogit (tempat ritus untuk menghormati roh nenek moyang, di mana nenek moyang dikuburkan).

"Marga menyangkut segala segi kehidupan orang Batak Toba. Marga menunjuk kepada keberadaan dan identitas orang Batak Toba. Marga mengatur pembagian tanah, politik, ekonomi, hukum dan religi orang Batak Toba. Marga adalah jaminan sosial masyarakat Batak Toba," lanjutnya.

Orang-orang yang semarga bekerjasama dalam pengairan, perang dan ritus. Dalam pergaulan sehari-hari mereka lebih mengutamakan kepentingan marga daripada kepentingan pribadi, misalnya ritus famili. Orang-orang semarga memegang prinsip: satu kurban (sisada somba), satu kesatuan makan bersama (sisada sipanganon), satu dalam kemakmuran (sisada sinamot), satu dalam kemuliaan (sisada hasangapon) dan satu dalam kenistaan (sisada hailaon). Juga dalam ritus, kesatuan marga ini sangat jelas dengan mengatakan; satu pengumpulan (saguguan), satu makanan (sapanganan) dan satu pembagian (sajambar).

"Kesatuan antara orang-orang semarga begitu kuat sehingga mereka diumpamakan seperti orang yang memotong air tak bisa putus (tampulon aek do na marsabutuha). Tetapi serentak dengan itu mereka harus hati-hati dan hormat kepada teman semarganya (manat mardongan tubu) karena urusan marga sangat kompleks. Marga merupakan kuasa tertinggi atas kesadaran dan kesatuan kelompok," paparnya.(**)
 

Komentar
Berita Terkini