BEREDAR kabar bahwa Minggu (30/4/2023), pukul 13.30 WIB akan berlangsung pengukuhan kerjasama politik PDIP dan PPP. Keduanya sepakat mengusung tema " Kerjasama Untuk Indonesia Meneruskan Kebaikan Menangkan Ganjar".
Kedua Parpol sebagai produk sekaligus korban orde baru ini memilih akhir bulan ini sebagai awal kerjasama politik. Kerjasama politik paling komplit sebab keduanya mewakili dua kutub politik riil paling kuat, yakni kutub nasionalis dan Islam.
Berdasarkan hasil Pemilu 2019, PDIP memeroleh 128 dari 575 kursi ( 22,26%), dan PPP 19 dari 575 kursi (suara: 4,52%). Maka keduanya telah memenuhi ambang batas pengajuan pasangan calon ( Paslon) di Pilpres 2024, yakni 26,78%, lebih besar dari ambang batas 20%.
Kerjasama politik kedua Parpol ini sudah cukup, tidak dibutuhkan lagi tambahan Parpol parlemen yang akan membuatnya makin gemuk, lambat bergerak, dan kaku. Kedua Parpol ini lebih baik mengajak Parpol baru dan Parpol non parlemen yang "tidak banyak maunya". Tambahan dukungan dari PSI dan Hanura sudah cukup.
PDIP dan PPP harus belajar dari " Koalisi Kebangsaan", Parpol pengusung Megawati Soekarnoputri- Hasyim Muzadi di Pemilu 2004. Selain penggunaan kata "kebangsaan" tidak tepat, koalisi Parpol dalam jumlah banyak juga tidak menjamin.
Pilpres 2019 juga dapat dijadikan referensi, bahwa koalisi Parpol yang banyak juga tidak membuat Joko Widodo dan Ma'ruf Amin menang besar. Kemenangan Joko Widodo- Jusuf Kalla di Pilpres 2014 bahkan lebih besar, meskipun koalisi Parpol sedikit.
Kemenangan Pilpres 2024 tidak ditentukan oleh jumlah Parpol pendukung, namun oleh kesatuan Paslon, Parpol, relawan, simpatisan, dengan rakyat. Maka Capres Ganjar Pranowo membutuhkan " Koalisi Besar: Koalisi Bersama Rakyat".**
Sutrisno Pangaribuan
Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)