Mossak Olahraga Seni Beladiri Batak

Oleh : Bachtiar Sitanggang
Administrator Administrator
Mossak Olahraga Seni Beladiri Batak
IST|Pelita Batak

FORUM Grup Diskusi Batakologi Rabu malam (18/5) untuk mengadakan Webinar dengan Olah Raga Bela Diri “Mossak” Toba, sebagai seni olah raga tradisonal Batak, dengan nara sumber Edison Simanungkalit.

Sebagai pegiat olahraga dan beladiri mossak adalah Edison Simanungkalit, yang katanya ada tiga versi yaitu dekkar, mossak dan sambut.

Dekkar sebagai dasar dari olahraga beladiri ini semacam senam untuk meringankan bada agar dapat dengan mudah untuk dapat meliuk-liukkan badan.

Sedang mossak sering dipertunjukkan di pesta Gondang Naposo (pesta muda-mudi) sebagai pertunjukan atau hiburan dan juga dipertandingkan dari kerabat para Tuan Rumah, yang sering disebut sebagai variasi atau hiburan.

Sementara “Sabbut” ada jurus-jurusnya mulai dari jurus nyamuk sampai jurus harimau serta sudah dilengkapi dengan ilmu-ilmunya (kebatinan) seperti “Kung fu” dari negara lain.

Dalam mossak dan sabbut ada payung hukumnya sebagai pegangan juri atau tim penilai, sehingga tidak boleh asal pukul atau main tendang, semua ada rambu-rambu serta aturannya, karena gerakan kaki dan tangan itulah yang dinilai termasuk gerak mata dan cara pandang, sesuai dengan aturannya sebagai dasar menentukan sebagi pemenang.

Ditambahakan, dalam mossak kalau ada keterlambatan gerak termasuk kejelian mata, turut menentukan keunggulan seorang pemain.

Sementara dekkar itu adalah gerakan mempersiapkan tubuh mengatur nafas sebagai pemanasan agar mampu untuk menguatkan kuda-kuda serta melenturkan tubuh. Mossak sendiri sudah merupakan peningkatan yang lebih lebih tinggi. Sedang yang disebut sabbut sudah merupakan ketangkasan dengan disertai kebatinan (ilmu) yang secara khusus diisi melalui penggunaan tenga dalam.

Dan sabbut dengan

ketangkasan dan lebih matang dan sering dibarengi “kekebalan” dengan tenaga dalam.

Menjawab pertanyaan, Edison sebagai pemateri, dalam mossak pada intinya terdapat 12 jurus. Dan jurus-jurus tersebut mulai dari jurus menyembah; jurus lalat, siburuk (burung), udang, ular, monyet/siamang, elang/alap-alap, katak, beruang, belalang, babiat (harimau) sebagai jurus yang paling komplit.

Menurut pemateri dalam setiap jurus ada tingkatan, ditandai dengan warna sabuk. Dekkar dengan warna putih, mossak warna merah, dan sabbut warna hitam.

Kalau sudah pelatih atau guru besar terlihat dari sabuk ikatannya di sebelah kanan sementara asisten ikatan sabuknya di tengah.

Menurut Edison Simanungkalit, ia mendapat pendidikan 8 (delapan) tahun termasuk mengisinya dengan ilmu yang dalam bahasa Batak disebut “poda”, Ilmu atau poda ada yang diminta murid kepada gurunya dan ada juga yang diberikan guru kepasa muridnya (sisean), sebab tidak semua yang bisa memperoleh poda tersebut.

Sebab walaupun diminta belum tentu Guru mau memberikan tergantung penilaian guru atas karakter muridnya, dan walaupun diberikan poda itu tidak bisa sebarangan dipergunakan, dan ilmu kebatinan atau tenaga dalam itu dapat digunakan hanya untuk menjaga diri, tidak sembarangan digunakan.

Dan poda itu ada tahapannya artinya tidak sekaligus, sampai si “murid” matang. Pelatihan mulai dari awal, mengatur pernafasan melenturkan tubuh dan mengukuhkan kuda-kuda sehingga terlihat lemah gemulai namun kuat dan tangkas. Dalam mossak berbagai gerak sudah dapat dilakukan, misalnya seperti salto sudah pelatihan awal sejak dekkar. Ketika ditanya Benny Pasaribu, apakan mossak bisa terlaksana tanpa diisi ilmu atau poda?

Edison menjawab bisa, sebab namanya saja seni olahraga tradisional Batak.

Sebab tidak semua orang yang mengikuti mossak mau mempelajar “ilmu kebatinan” mossak tersebut. Namun menurut Edison Simanungkalit, di berbagai tempat di Tapanuli banyak yang tahu mossak, tetapi kurang memberikan perhatian.

Oleh karenanya untuk menggali dan memajukan olahraga dan seni bela diri mossak Batak ini, menurut Edison perlu ada gerakan menyeluruh agar diakui masyarakat secara nasional. Sebab menurut dia, pernah dalam suatu kesempatan ada undangan ke Jakarta dan tim mossak dari Sumatera Utara sudah berangkat memenuhi undangan tersebut ke Jakarta, tetapi ditolak, dengan alasan mossak Orang Batak, berbahaya karena ada jurus pukul kering dan ada jurus pukul mati.

Menurut Edison Simanungkalit, sejarah mossak identik dengan keberadaan Orang Batak, karena mossak adalah alat untuk membela diri serta mempertahankan kampung maupun kerajaan.

Sebagai ilustrasi mengenai jurus mossak, Edison memberi contoh bahwa Raja Sisingamangaraja mempunyai 12 anggota itu seiring dengan ke-12 jurus dalam mossak.

Menjawab pertanyaan Marselinus Silaban, seorang budayawan muda, apakah sama jurus atau gerakan mossak di setiap daerah di tanah Batak, sebab di hampir semua daerah di Tanah Batak. Edison mengatakan, tidak bisa memastikan, sebab berbeda daerah berbeda juga adatnya, karena mossak itu juga sering dipertunjukkan dalam acara-acara adat. Dia memberi contoh di Toba sudah jarang mempertontonkan mossak.

Kalau dulu untuk mangalahat horbo (pesta besar) sebelum melaksanakan pesta dan atau pemotongan kerbau, ditampilkan dulu mossak dari kerabat (dongan tubu) dan dari boru sihabolonan (pihak anak perempuan), sekarang sudah tidak pernah lagi dipertunjukkan.

Hotman J. Lumbangaol mempertanyakan tentang petunjuk dan panduan berupa bahan tulisan, apakah tidak bisa diupayakan agar bisa diwariskan dan masuk menjadi bagian dari olahraga bela diri di tingkat nasional.

Tentang pertunjukan di gelanggang (pertandingan) tidak bisa bersentuhan atau tangan dan kaki mengenai lawan, artinya tidak seperti karate dengan tenaga luar tetapi bisa dengan “tenaga dalam” namun yang dilihat oleh tim juri adalah kecepatan tangan, kaki dan mata.

Monang Naipospos budayawan Batak, menegaskan bahwa Edison Simanungkalit perlu didukung untuk menguatkan seni bela diri orang Batak. Karena mossak olahraga seni beladiri orang Batak ini adalah individual dari orangtua ke anaknya. Tidak seperti di China yang ada biara-biara tempat orang berguru Shaolin atau perguruan Shaolin dengan Kung Fu.

Menurut Naipospos dekkar adalah kesiapan untuk menghadapi tantangan, sementara sabbut itu adalah menerima tantangan dengan kemampuan mengalahkan lawan dengan tenaga dalam. Semua perguruan Silat di Indonesia adalah tenaga dalam yang berbeda dengan karate yang menggunakan tenaga luar.

Diakui Monang Naipospos, bahwa para Datu Pulungan (Dukun Pengobati) sering dibentengi dengan mossak, dan biasanya para murid ilmu mossak itu adalah saling menguji, sebab semua yang mempelajari obat pasti mempelajari penyakit atau racun, sama dengan vaksin sekarang ini.

Menurut Monang, mengapa mossak tidak berkembang adalah akibat dari kecurigaan orang terhadap pegiat mossak. Dan untuk itu perlu ada penyederhanaan dari istilah-istilah sehingga tidak dianggap negatif oleh masyarakat. Dan ada baiknya kalau diajarkan mossak sebagai senam pagi bagi pelajar di Kawasan Danau Toba Samosir.

Menjawab pertanyaan Soekirman mantan Bupati Deliserdang yang pernah belajar pencak silat versi Banten seperti Cimande dan lain-lain, Edison mengatakan bahwa ia belajar mossak adalah dari Ompungnya, sehingga tidak ada perguruannya. Mengenai jenis-jenis perguruan seperti Cimande adalah tergantung organisasinya. Seperti perguruan Edison sekarang ini diberi nama “Mossak Batak Sibaruang” dan aliran disebut sebagai jurus Sibaruang.

Tentang mossak, telah ada penelitian yang dilakukan Kawan Pandiangan disekitar Danau Toba beberapa waktu lalu, yaitu “mossak hoda-hoda”. Dari hasil penelitiannya, ternyata di Onanrunggu Samosir, sudah ada mossak sejak tahun 1800-an. Bahwa mossak itu diturunkan oleh si Raja Lontung dengan mengadakan pemetaan dan pemotretan, yang didukung oleh berbagai penuturan bahwa Si Raja Lontung anak dari si Boru Pareme yang lahir di gunung Uludarat.

Dengan anggapan bahwa si Raja Lontung yang hidup sendiri di hutan belantara maka dia bergaul dan dilatih serta belajar dari binatang-binatang sehngga mossak itu meniru gerakan binatang-binatang tersebut seperti mossak babiat (harimau), mossak bodat (monyet) dan sebagainya.

Dan hasil penelitian itu telah dibukukan dan diterbitkan.

Sementara Monang Simanjuntak, menjelaskan bahwa sesuai dengan berita di Jawa Barat, tentang keberhasilan Pasukan Malau yang ditugaskan dari Sumatera Utara ke Jawa Barat menurut masyarakat di sekitar Tasikmalaya bahwa Pasukan Malau dibekali dengan keberanian dan “tenaga dalam” dan sehingga sukses menunaikan tugas.

Tetapi semua pembicara menyayangkan bahwa mossak ini tidak ada bahan tertulis, tapi nyatanya ada, dan menjadi tantangan ke masa depan bagaimana mengatasinya.

Seorang pemuda 25 tahun yang menggumuli mossak, Herman Nababan, mengakui mendalami seni beladiri mossak sebagai budaya Batak warisan nenek moyang, namun dia belajar adalah beda dari orang lain, sebab Herman belajar dari alam melalui mimpi. Sekarang dia sedang membangun gelanggang untuk mengembangkan perguruannya.

Dr. Horas Rajagukguk mendorong pengorganisasian kepengurusan dan pembangunan seni mossak dengan melibatkan pemerintah daerah dan mekasukkannya dalam RABPD serta memprogramkan dalam bidang olahraga seni dan pendidikan.

Sebagai moderator Dr. Rosdiana Rajagukguk menguraikan bahwa hasil dari Webinar yang diselenggarakan FGD Batakologi selama ini akan dirumuskan untuk dijadikan kurikulum buku ajar untuk SD, SMP, SMA di kawasan Danau Toba sehingga seni budaya Batak tidak hilang.(*)

Bachtiar Sitanggang

Komentar
Berita Terkini