Seminar Nasional Ulos,

Perlu 'Marsirippa' Mewujudkan Ulos Sebagai Warisan Budaya Dunia

Administrator Administrator
Perlu 'Marsirippa' Mewujudkan Ulos Sebagai Warisan Budaya Dunia
TAp
Ketua Panitia Enni Martalena Pasaribu bersama Wakil Wali Kota Medan Ir Akhyar Nasution, Kepala Museum Sumut, Direktur Sekolah Pascasarjana USU Prof Robert Siarani, dan RAY Sinambela.
Pelita Batak :

Sebuah bangsa yang mandiri adalah bangsa yang berbudaya dan budayanya itu mengakar dalam pribadi masyarakatnya. Namun kepemilikan budaya yang menjadi kekayaan khasanah budaya suatu bangsa, perlu ada pengakuan dari dunia. Demikian halnya dengan ulos yang merupakan budaya masyarakat batak dan menjadi identitas masyarakat itu sendiri.

Setelah pemerintah Indonesia menetapkan Ulos sebagai warisan budaya tak benda sejak 17 Oktober 2014, telag diadakan peringatan hari ulos yang pertama pada 17 Oktober 2015 secara sederhana di Medan. Dalam perayaan tersebut muncul ide untuk meneruskan ulos ke tingkat internasional yaitu menjadi warisan budaya dunia yang terdaftar di UNESCO. "Harapan kita, dengan pengakuan secara internasional akan menambah nilai yang lebih kuat," kata Ketua Paniti Seminar Enni Martalena Pasaribu dalam laporannya pada pembukaan seminar di Aula Sekolah Pascasarjana USU, Rabu (24/8/2016).

Turut hadir dalam seminar mewakili gubernur Sumut, Wakil Wali Kota Medan ir Akhyar Nasuion, pakar geopark kaldera Toba Wilmar Simanjorang, RAY Sinambela, Anggota DPRD Medan Anton Panggabean SE MSi, tokoh masyarakat Gandi Parapat, Drs Harri Naibaho, MM Sekjen Punguan Pomparan Si Raja Oloan Se-Indonesia, budayawan Manguji Nababan, para panitia Suryani Siahaan, Inong Hanna Simbolon ST MM, ir Susilo Karunianingsih, Vera Pasaribu, Royana Marpaung, Sarma Sianipar, dan humas Adol Frian Rumaijuk STP serta undangan lainnya.

Pada seminar ini jua hadir para pembicara Prof Dr Robert Sibarani, MS (Direktur Sekolah Pascasarjana USU), Prof Dr Prudentia, MPSS (dari Ditjen Kebudayaan), Sartika Simamora (Ketua Dekranasda Taput), dan Torang Sitorus (collector).

Sebagaimana disampaikan Prof Robert Sibarani mewakili Rektor USU bahwa perjuangan pelestarian ulos menjadi bagian penting karena merupakan budaya lokal Sumut. "Pada dasarnya, kami sangat mendukung kegiatan atau gerakan seperti ini, karena bagian pengabdian kepada masyarakat," katanya. Ia juga menyampaikan, perlu ada kebersamaan dalam melestarikan budaya.

"Ada istilah dalam budaya kehidupan masyarakat Batak, marsirippa. Atau dalam bahasa umumnya gotongroyong. Jika kita melakukan dengan bersama, apapun bisa kita gapai," katanya.

Sementara Ir Akhyar Nasution mengatakan bahwa pelestarian budaya lokal tidak terlepas dari upaya pembangunan daerah. Dalam konteks ini, menurut Akhyar masyarakat yang memiliki budaya tentu akan lebih mudah berkolaborasi dengan pemerintah dalam mewujudkan pembangunan. "Budaya lokal itu adalah central budaya nasional. Tanpa budaya lokal, tidak ada budaya nasional," katanya.

Akhyar berharap, melalui pelestarian budaya seperti ulos dan budaya lainnya akan juga menanamkan nilai budaya itu sendiri dalam kepribadian masyarakat. Ia pun sangat mendukung ketika ulos akan diusulkan menjadi warisan budaya dunia.

Seminar ini terlaksana atas kerjasama panitia dengan Yayasan Pemberdayaan Perempuan Indonesia, Departemen Antropologi USU, dan Sekolah Pascasarjana USU.

(TAp)

Tag:
Berita Terkait
Komentar
Berita Terkini