AKHIR- akhir ini ramai dibicarakan mengenai habatahon. Antara lain tentang Penanggalan dan Taon Baru Batak, karena ada yang merayakannya pada tanggal 3 Maret 2022 yang lalu di Tomok, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. Berikut ini diurakan sedikit mengenai Parhalaan (Perkalaan/Penanggalan/Kalender) Batak.
Dalam buku BATAK NA MARSERAK tulisan Raja Na Pogos JP. Sitanggang (PSH 2014), di halaman 3 - 6 menguraikan tentang hari Batak sebagai berikut:
Minggu Pertama
1. Artia
2. Suma
3. Anggara
4. Muda
5. Boraspati
6. Singkora
7. Samisara
Minggu Kedua
8. Antian ni aek
9. Suma ni mangadop
10. Anggara sampulu
11. Muda ni mangadop
12. Boraspati ni tangkup
13. Singkora purnama
14. Samisara purnama
15. Tula (Purnama)
Minggu Ketiga
16. Suma ni holom
17. Anggara ni holom
18. Muda ni holom
19. Boraspati ni holom
20. Singkora mora turun
21. Samisara mora turun
22. Antian ni angga
Minggu Keempat
23. Suma ni mate
24. Anggara ni begu
25. Muda ni mate
26. Boraspati ni gok
27. Singkora duduk
28. Samisara bulan mate
29. Hurung
30. Ringkar
Sedangkan Bulan dalam Parhalaan (Kalender) Batak sama dengan 12 yaitu:
1. Sipaha Sada
2. Sipaha Dua
3. Sipaha Tolu
4. Sipaha Opat
5. Sipaha Lima
6. Sipaha Onom
7. Sipaha Pitu
8. Sipaha Ualu
9. Sipaha Sia
10. Sipaha Sampulu
11. Li
12. Hurung
Dari Parhalaan Batak di atas, yang perlu diperhatikan disini ialah bahwa penghitungan hari dan bulan tetap menurut peredaran bulan, namun Sipaha Sada (bulan pertama) tetap yaitu pada bulan Maret.
Dengan kata lain Taon Baru orang Batak adalah bulan Maret, dan nama hari pada dasarnya sama hanya 7 (tujuh) hari, tetapi ada indikasi (hal yang menarik) pada minggu pertama, kedua, ketiga dan keempat.
Tujuh hari dalam seminggu, maka jumlah sebulan hanya 28 hari. Apabila dalam satu bulan 29 malam/hari maka ditambah dan dinamai dengan “Hurung†dan apabila 30 malam/hari ditambah - dinamai lagi dengan “Rikkarâ€. Oleh karenanya Sipaha Sada (bulan pertama) tetap pada bulan Maret (kalender Masehi).
Dalam kebiasan di sekitar Danau Toba, Sipaha Tolu (bulan ketiga) adalah bulan Juni (Masehi). Pada bulan Sipaha Tolu itu dahulu adalah bulan panen, oleh karenanya “Ulaon/Horja†(pesta) dapat dilakukan sesudah itu, semisal Ongkalon Holi (Panangkok saring-saring)- mengangkat (mengumpulkan) Tulang-belulang leluhur ke suatu tempat, Pesta Unjuk (mengawinkan putra atau putri) dan sebagainya. Karena pada saat Sipaha Tolu (Juni) cuaca cerah dan ombak Danau Toba tenang, serta hasil panen tersedia.
Bulan Desember disebut Sipaha Sia. Bulan panen ladang - mar sipaha sia, tetapi bulan pelaksanaan musim tanam padi (di sawah)-manillok karena sudah musim penghujan oleh karenanya sawah sudah ada air (sawah tadah hujan), bulan yang harus digunakan mempersiapkan sawah dengan baik dalam semua hal sehingga menanam padi dapat sempurna.
Catatan, sudah ada kesepahaman bersama bahwa tidak ada dan tidak boleh marulaon (mengadakan Horja/pesta) pada kurun waktu antara bulan Sipaha Sampulu sampai Sipaha Tolu. Mungkin karena kegiatan di sawah, iklim yang sudah musim penghujan serta “paceklikâ€.
Bulan Juli (Masehi) setelah panen dan sawah tidak ada lagi padi, ada tradisi acara makan bersama parmahan (para gembala) namanya MATUMOMO di area penggembalaan. Masing masing membawa nasi. Lauk susu kerbau. Nasi yang lebih dikumpul dan dibawa ke rumah pimpinan pertemuan. Tiap sore parmahan datang sampai nasinya habis.
(Penulis pernah mengikutinya).