Jakarta (Pelita Batak):
Presiden Joko Widodo terus mendorong jajarannya untuk terus
melakukan hilirisasi terhadap bahan-bahan tambang yang dimiliki Indonesia untuk
mendapatkan nilai tambah yang berkali-kali lipat. Presiden meminta agar
penghentian ekspor dalam bentuk bahan mentah tidak hanya berhenti pada
komoditas nikel saja.
"Enggak bisa lagi kita mengekspor dalam bentuk bahan
mentah, mengekspor dalam bentuk raw material, enggak. Begitu kita dapatkan
investasinya, ada yang bangun, bekerja sama dengan luar dengan dalam atau pusat
dengan daerah, Jakarta dengan daerah, nilai tambah itu akan kita peroleh,"
ujar Presiden dalam sambutannya saat membuka Rapat Koordinasi Nasional
(Rakornas) Investasi Tahun 2022 di The Ritz-Carlton, Jakarta, pada Rabu, 30
November 2022.
Kepala Negara mencontohkan, beberapa tahun lalu Indonesia
masih mengekspor nikel dalam bentuk bahan mentah yang nilainya hanya mencapai
1,1 miliar dolar AS. Setelah pemerintah memiliki smelter dan menghentikan
ekspor dalam bentuk bahan mentah, pada tahun 2021 ekspor nikel melompat 18 kali
lipat menjadi 20,8 miliar dolar AS atau Rp300 triliun lebih.
Akibat kebijakan tersebut, Indonesia digugat oleh Uni Eropa
di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Meskipun Indonesia kalah dalam kasus
tersebut, Presiden Jokowi mengingatkan jajarannya agar melakukan banding dan
terus melakukan hilirisasi untuk bahan-bahan tambang lainnya seperti bauksit.
"Enggak apa-apa kalah, saya sampaikan ke menteri,
banding. Nanti babak yang kedua hilirisasi lagi bauksit. Artinya bahan mentah
bauksit harus diolah di dalam negeri agar kita mendapatkan nilai tambah.
Setelah itu bahan-bahan yang lainnya, termasuk hal-hal yang kecil-kecil, urusan
kopi, usahakan jangan sampai diekspor dalam bentuk bahan mentah. Sudah beratus
tahun kita mengekspor itu. Stop, cari investor, investasi agar masuk ke sana
sehingga nilai tambahnya ada," tegasnya.
"Seperti kasus nikel ini, dari Rp20 triliun melompat ke
lebih dari Rp300 triliun sehingga neraca perdagangan kita sudah 29 bulan selalu
surplus yang sebelumnya selalu negatif, selalu defisit neraca berpuluh-puluh
tahun. Baru 29 bulan yang lalu kita selalu surplus. Ini yang kita arah,"
lanjutnya.
Presiden pun menegaskan bahwa gugatan tersebut merupakan hak
negara lain yang merasa terganggu dengan kebijakan pemerintah Indonesia. Bagi
Uni Eropa misalnya, jika nikel diolah di Indonesia, maka industri di sana akan
banyak yang tutup dan pengangguran akan meningkat. Namun, Kepala Negara
menegaskan bahwa Indonesia juga memiliki hak untuk menjadi negara maju.
"Negara kita ingin menjadi negara maju, kita ingin
membuka lapangan kerja. Kalau kita digugat saja takut, mundur, enggak jadi, ya
enggak akan kita menjadi negara maju. Saya sampaikan kepada menteri 'Terus,
tidak boleh berhenti'. Tidak hanya berhenti di nikel tetapi terus yang
lain," pungkasnya.(Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden)