Pada Pasal 2 Undang-Undang No 7 tahun 2012 tersebut, penanganan konflik harus mengedepankan pendekatan musyawarah, kemanusian, hak asasi manusia, kebangsaan, kebhinekatunggalikaan, keadilan, ketertiban, keberlanjutan dan kearifan lokal, serta tanggungjawab negara, partisipatif dan tidak memihak serta tidak membeda-bedakan.
"Asas ini perlu kami tegaskan untuk menjadi landasan dan acuan. Kita tidak ingin penanganan ini seperti penyakit. Penyakit yang ditangani hanya yang nampak, namun pdalamnya dibiarkan. Penyakit dalam di Tanjung Balai perlu di usut tuntas. Jangan kita terjebak hanya di tingkat seremonial dan pencitraan saja," ujarnya.
Pihaknya sudah menurunkan tim untuk melakukan evaluasi konflik, baik melalui publikasi media, testimoni para saksi serta hasil data yang dikumpulkan tim.
"Jika ada perbedaan pendapat, silahkan saja. Tapi kami menyimpulka yang terjadi disana sudah memenuhi unsur konflik sosial. Sebagai negara hukum, sudah seharusnya undang-undang khusus penanganan konflik dan peraturan pemerintahnya digunakan," ungkapnya.
Secara historis, kata Abdul Hakim, Tanjung Balai sejak dulu menjadi salah satu daerah yang memiliki tingkat perekonomian tertinggi di Sumut.
Dimana, saat itu komoditi kopra begitu menjadi primadona, warga kota Tanjung Balai memiliki tingkat ekonomi yang cukup baik, hingga mereka bisa menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi di Timur Tengah.
Tanjung Balai juga dikenal sebagai lumbung dai, kori, ustadz dan ustadzah. Kori internasional bahkan banyak yang berasal dari Tanjung Balai.
"Setelah reformasi berjalan, kondisi perekonomian di tanjung balai khususnya kelompok pribumi, menurun secara drastis, karena harga kopra jatuh di pasaran. Hilangnya tanaman kelapa, kemudian hilangnya tangkapan nelayan akibat pembangunan dan pengrusakan lingkungan," ucapnya.
Puncaknya, Tanjung Balai yang berbatasan langsung dengan negara luar, menjadi pintu masuk untuk penyelundupan, khususnya narkoba. Kondisi itu cukup kontras memunculkan kesenjangan di antara masyarakat.
"Degdradasi moral dirusak oleh narkoba, hilangnya pekerjaan, penghasilan dan pendapatan, sehingga di beberapa daerah keyakinan kami berdasarkan survei dan penelitian, ini tinggal menunggu meledaknya saja," jelasnya.
Perilaku penyelundupan yang masiv itu, masuknya narkoba, peredaran menjado perbincangan orang dan anak-anak. Jadi penanganan secara kriminal tidak akan cukup.
"Tidak tegaknya hukum, tidak hadirnya negara dalam menjalankan fungsi yang sebenarnya, yakni mencerdaskan dan mensejahterakan masyarakat akan membuat tatanan sosial yang rusak. Pembodohan terjadi. Jika otak kosong, perut lapar, dan yang punya mempertontonkan kepemilikannya, maka gesekan problem SARA tinggal menunggu pemicu dan pemantiknya," tambahnya.
Dalam penanganan konflik sosial, pendekatan hukum menjadin pendekatan terakhir yang digunakan. Fakta-fakta sejarah membuktikan, konflik sosial hanya bisa diselesaikan lewat musyawarah dan adat.
"Sekarang undang-undangnya sudah ada, dan ini kita dorong serta kita desak untuk digunakan. Dan kami mendorong pihak-pihak yang menangani kasus ini untuk menyadari tangungjawab mereka," katanya. (TAp)
Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified