MUNGKIN judul di atas kurang tepat dikaitkan dengan pemilihan anggota DPRD di suatu daerah, tetapi dengan mengikuti pelaksanaan dan keterkaitannya, akan dapat disarikan apa makna dan gambarannya.
Tergelitik untuk menorehkan kembali hal-hal yang berkaitan dengan pemilihan calon anggota legislatif yang sungguh rumit dan menggiurkan sekaligus bisa memilukan. Menggiurkan dan menyenangkan bagi orang yang memperoleh kursi, terlepas bagaimana caranya dia “mengail†sehingga dapat kursi tersebut dengan menggunakan “umpan†apa yang penting sudah jadi anggota dewan, terhormat dapat jabatan penting, gaji besar.
Memilukan, kalau tidak terpilih padahal sudah mimpi dan menghabiskan seluruh kemampuan daya dan dana, mudah-mudahan tidak sampai mengganggu asap dapur dan usaha.
Mengapa tergelitik, seorang sahabat mengirim via WA “Rekapitulasi Daftar Bakal Calon DPRD Kabupaten Samosirâ€. Daftar itu dari 18 Partai, hanya 11 partai yang mengajukan bakal calon, sementara 8 partai tidak. Rekapitulasi tersebut diterima teman itu dari orang lain, dan “Diteruskanâ€-kan.
Yang menarik di bawah Rekapitulasi Daftar itu ada tulisan menggelitik juga, agak panjang yang diawali “ “Aha do na masa tu perkembangan ni Samosir saonari on??!†(Apa yang terjadi ke dalam perkembangan Samosir sekarang ini)….dan selanjutnya antara lain menyinggung partai-partai tertentu serta membandingkannya dengan Bali baik dengan adat, budaya, agama serta hak ulayat atas tanah terutama dengan TTR (togu-togu ro)……â€ndang hea tarbege au halak Bali Asli manjual Bangso dohot Ugamo na.â€â€¦â€¦â€¦ “molo hita bereng sandiri, di Samosir, nunga maju di perpolitikan alai merosot TAJAM di bidang HABATAHONâ€(kalau kita lihat sendiri, di Samosir, sudah maju perpolitikan tetapi merosot tajam di bidang budaya, etika dan moral ha-Batak-onâ€â€¦ dan selanjutnya-dan selanjutnya serta terakhir ...... (Bersambung).
Tidak tahu dari siapa rekan tersebut menerima WA yang diteruskan kepada saya, namun isinya benar-benar menggelitik mungkin semua pembaca sama seperti saya, walaupun hanya bisa nyeletuk saja, tanpa mampu berbuat apa-apa, sebab ‘nasi sudah jadi bubur’. Mulai kapan kondisi separah itu dan siapa yang memulai serta siapa yang melakukannya apakah itu hanya berlaku di Samosir dan atau se Tano Batak atau bahkan sudah meng-Indonesia? Tidak tahu, tapi itulah gambarannya.
Kembali ke Rekapitulasi Daftar Bakal Calon DPRD Kabupaten Samosir di atas, masih bakal calon baru tanggal 19 Agustus 2023 diumumkan daftar calon tetap, namun tidak ada salahnya kalau kita cermati.
Kabupaten Samosir tersedia 25 kursi anggota DPRD, rekapitulasi bakal caleg, dari 11 partai yang berjumlah 230 orang 84 perempuan, dari 9 kecamatan dengan 4 daerah pemilihan. Dengan 230 bacaleg memperebutkan 25 kursi, artinya sebanyak 205 orang akan tersingkir.
Bagaimana ke- 230 bacaleg tersebut “mengail†25 kursi DPRD Kabupaten Samosir, dan pertanyannya, “Umpannya Apa Ya?†Yang bisa jawab tentu adalah mereka-mereka yang menang nanti.
Menjadi politisi itu apalagi jadi anggota legislatif amat prestisius, dan harus berpartai, lalu ditugaskan menjadi apa di pemerintahan atau Lembaga lainnya. Bahkan tidak lengkap profesi apapun kalau tidak duduk di parlemen, oleh karenanya banyak yang berprofesi lain “berduyun-duyun†merangkak dan mengail ke sana.
Kembali ke 230 bacaleg di atas yang akan menang adalah mereka yang memperoleh suara yang sah menurut KPU sesuai aturan yang berlaku. Kecuali Mahkamah Konstitusi memutuskan sistem proporsional tertutup. Artinya yang menentukan adalah partai, bukan perolehan suara.
Aturan Pemilu itu adalah jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia. Terkandung di dalamnya etika dan moral baik local maupun nasional, tetapi dalam kenyataannya, tidak selalu terlihat ketidak jujuran, ketidaadilan, ketidakbebasan akibat kekuasaan uang dan kekuatan politik.
Dalam penyelenggaraan demokrasi ada yang mempertautkan tatanan kekerabatan lokal seperti Dalihan Na Tolu apakah dapat berperan dalam Pemilu? Kelihatannya tidak begitu nampak, sebab dalam Dalihan Na Tolu sudah terpola, dengan hak dan kewajiban para pihak sudah tertentu dan alamiah.
Sementara dalam pemilihan umum siapa dapat suara banyak dia yang menang, apakah dengan kekerabatan Dalihan Na Tolu dapat digunakan meraih suara? Bisa saja, tetapi bagaimana kalau berbeda partai? Dan dengan 18 partai itulah seolah “mencerai-beraikan†persaudaraan dan kekeluargan.
Mungkin dalam penyelenggaraan ketatanegaraan, Dalihan Na Tolu dapat diterapkan sebagaimana trias politika, juga dalam pemerintahan yaitu dalam hubungan “atasanâ€, “bawahan†dan “level yang samaâ€.
Kembali masalah Togu Togu Ro (TTR) (“mengundang supaya hadirâ€) yang sudah me-nasional dengan disidangkannya oleh Mahkamah Konstitusi Pilkada Samosir. TTR ataupun yang juga didentikkan dengan “Ingot-ingot†(mengingatkan supaya hadir) adalah untuk mengingat pihak-pihak yang berkompeten untuk melaksanakan kewajibannya sebagai pihak yang berperan dalam Dalihan Na Tolu.
Sementara TTR atau ingot-ingot dalam Pemilu adalah upaya (membujuk/mempengaruhi) agar seseorang penerima TTR/ingot-ingot memilih si pemberi TTR atau ingot-ingot, artinya TTR/ingot-ingot dalam Adat Batak tidak sesuai digunakan dalam Pemilu.
Kalau TTR dan ingot-ingot ditrapkan di Pemilu, maka akan muncul wakil rakyat dan pemimpin “pemburu rente†yang menghalalkan segala cara untuk mengembalikan pengeluarannya.
Mengkin hal ini juga yang perlu direnungkan para bacaleg di berbagai daerah. Yang jelas perpolitikan kita setiap 5 tahun menimbulkan ketidak nyamanan, apalagi tumbuhnya partai-partai baru bagaikan “cendawan di musim hujanâ€, memberi harapan dan mimpi di siang bolong bagi peminatnya.
Selamat bagi para bakal calon legislatif dan semoga berhasil “mengail†kursi di parlemen.***
Penulis adalah wartawan senior dan advokat berdomisili di Jakarta.